Blog Sofyan

Ahlan Wa Sahlan Wilujeng Sumping Welcome di Blog Muhamad Sofyan Semoga bermanfaat

Filsafat hukum islam



Filsafat hukum islam adalah sebuah pengetahuan tentang hakikat, rahasia dan tujuan islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya, atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan dan memelihara hukum islam, filsafat khusus dan objeknya tertentu, yaitu hukum islam, dan filsafat yang menganalisis hukum islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapat keterangan yang mendasar, yaitu menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat ini sebagai alatnya.
1.      Ontologi
Merupakan dasar ilmu yang berusaha menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupaka the first philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda. cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Kaitannya dengan hukum islam itu sendiri, dengan mengetahui antologi dari hukum islam maka akan berpengaruh pada proses selanjutnya, yaitu epistimologi untuk kemudian bermuara pada aksiologi. Di dalam ontologi, ada empat macam aliran filsafat, yaitu:

a.       Materialisme
b.      Idealisme
c.       Dualisme
d.      Agnosticisme
2.      Epistimologi
Merupakan berasal dari bahasa Yunani, episteme yang berarti knowledge atau pengetahuan, dan logy berarti teori. Secara istilah adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengendalian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai pengetahuan yang dimiliki.

Epistimologi hukum islam mengacu kepada usaha untuk memahami islam secara benar melalui proses pembelajaran yang benar pula. Dalam bahasa lain, epistimologi masih berkaitan dengan Ijtihad. Ijtihad merupakan sebuah metode untuk menentukan hukum yang terikat dengan nilai. Maka epistimologi harus berurusan dengan kaidah-kaidah islam yang benar yang sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah.

Terdapat empat persoalan pokok dalam bidang ini:
a.       Apa pengetahuan itu?
b.      Apa sumber-sumber pengetahuan itu?
c.       Dari manakah pengetahuan yang benar itu datang?
d.      Dan bagaimana kita mengetahuinya?
e.       Apakah pengetahuan kita itu benar?
Pengetahuan bersifat abstrak dan tidak bisa di ukur. Itulah sebabnya indikator (yaitu, sesuatu yang dapat memberikan petunjuk atau keterangan) tidak boleh memakai kata “mengetahui”. Jika kita mengetahui batas-batas pengetahuan, kita tidak akan mencoba mengetahui hal-hal yang akhinya tidak dapat diketahui. Memang sebenarnya kita baru menganggapnya punya suatu pengetahuan setelah kita meneliti pertanyaan-pertanyaan epistimologi. Sebagian orang mengingkari kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan atau mungkin samapi pada kesimpulan bahwa apa yang kita punya hanyalah kemungkinan-kemungkinan dan bukan kepastian yang mutlak dengan bidang-bidang yang tidak memungkinkannya.
Lanjut kepermasalahan selanjutnya. Tentang sumber pengetahuan manusia. Louis Q. Kattsof mengatakan bahwa sumber pengetahuan manusia itu ada lima macam
a.       Empiris melahirkan empirisme. Seorang Empirisme biasanya berpendapat bahwa kita dapat memperoleh pengetahuan melalui pengalaman.
b.      Rasio melahirkan rasionalisme. Tidaklah mudah membuat definisi tentang Rasionalisme sebagai suatu metode untuk memperoleh pengetahuan. Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak di akal
c.       Fenomena yang melahirkan fenomenolisme.
d.      Intuisi yang melahirkan intuisionisme. Tidak mengingkari nilai pengalaman indrawi  yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya.
e.       Metode ilmiah yaitu yang menggabungkan antara aliran rasionalisme dan empirism. Yang menggabungkan akal sebagai pendekatan bersama dan menambahkan suatu cara baru untuk menilai penyelesaian-penyelesaian yang disarankan.[1] Kemudian metode ilmiah mewarnai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diseluruh dunia.
3.      Aksiologi
Merupakan studi tentang nilai, sedangkan nilai itu sendiri merupakan suatu yang paling berharga yang dihargai setiap insan. Dan nilai-nilai tersebut, nilai hidup merupakan nilai dasar yaitu sesuatu yang dikejar manusia bagi kelangsugan hidupnya.[2]
Secara aksiologi, hukum islam tentu sangat berperan untuk memberikan jalan hidup yang benar bagi umat manusia. Dengan adanya hukum, umat islam dapat menjalankan kehidupannya dengan baik dan terarah. Arah dan tujuan terebut pada akhirnya akan menuju kepada Allah Ta’ala



[1] Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta: Prenada Media, hal: 24-25
[2] Abuddin Nata. Dkk, integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum, jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,hal: 134-135

0 komentar:

Posting Komentar

Perfil

muhamad sofyan
Lihat profil lengkapku

Members