Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Benar sekali bahwa kata witir (الوِتْر) dalam bahasa Arab berarti ganjil lawan dari genap. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
إِنَّ اللهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الوِتْرَ
Sesungguhnya Allah SWT itu ganjil dan menyukai bilangan ganjil. (HR. Bukhari Muslim)
Dan secara istilah dalam ilmu fiqih, shalat witir itu didefinisikan sebagai :
صَلاَةٌ تُفْعَل مَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ وَطُلُوعِ الْفَجْرِ تُخْتَمُ بِهَا صَلاَةُ اللَّيْل
Shalat yang dikerjakan di antara shalat Isya’ dan terbitnya fajar dan menjadi penutup dari rangkaian shalat malam.
Disebut dengan shalat witir karena dikerjakan dengan jumlah rakaat
yang ganjil, baik satu rakaat, atau tiga rakaat atau lima rakaat hingga
sebelas rakaat.
Teknis Pengerjaan Shalat Witir
Meskipun namanya witir alias ganjil, namun para ulama memang memiliki
beberapa pendapat yang berbeda tentang tata cara pengerjaannya. Khusus
untuk shalat witir tiga rakaat, setidaknya ada tiga cara yang berbeda.
1. Cara Pertama
Shalat witir dikerjakan dua rakaat terlebih dahulu lalu disudahi dulu
dengan salam, kemudian dikerjakan satu rakaat lagi, sehingga menjadi
tiga rakaat dengan dua salam. Cara ini oleh para ulama sering disebut
dengan istilah fashl (dipisahkan).
Cara ini adalah pendapat hampir semua mazhab kecuali mazhab
Al-Hanafiyah. Bahkan mazhab Al-Malikiyah memakruhkan shalat witir
kecuali dengan tata cara seperti ini, kecuali bila seseorang terpaksa
karena dia menjadi makmum.
Dalil atas cara seperti ini adalah hadits nabawi berikut ini :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَال : كَانَ النَّبِيُّ يَفْصِل بَيْنَ الشَّفْعِ وَالْوِتْرِ بِتَسْلِيمَةٍ
Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu
berkata bahwa Nabi SAW memisahkan antara rakaat yang genap dengan rakaat
yang ganjil dengan salam. (HR. Ahmad)
أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يُسَلِّمُ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ حَتَّى يَأْمُرَ بِبَعْضِ حَاجَتِهِ
Bahwa Ibnu Umar radhiyallahuanhu mengucapkan salam di antara dua rakaat, sehingga beliau memerintahkan beberapa kebutuhannya.
Asy-Syafi’iyah menyebutkan bahwa ketika shalat witir dikerjakan dua
rakaat terlebih dahulu dengan salam, maka dari segi niatnya haruslah
disebutkan sebagai niat shalat sunnah dari witir (سنة الوتر) atau
muqaddimah witir (مقدمة الوتر).
2. Cara Kedua
Shalat witir dikerjakan langsung tiga rakaat dengan satu salam, tanpa
diselingi dengan salam di rakaat kedua. Cara ini disebut dengan washl
(bersambung).
Cara ini didasarkan dari hadits berikut :
كَانَ وتِرُ بِخَمْسٍ لاَ يَجْلِسُ إِلاَّ فِي آخِرِهَا
Rasulullah SAW pernah shalat witir dengan lima rakaat tanpa duduk tahiyat kecuali di bagian akhir. (HR. Muslim)
Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah membolehkan cara seperti ini, namun mazhab Al-Malikiyah memakruhkannya.
3. Cara Ketiga
Shalat witir dikerjakan langsung tiga rakaat dengan satu salam,
tetapi di rakaat kedua duduk sejenak untuk melakukan duduk tasyahhud
awal dan membaca doanya.
Cara seperti ini nyaris mirip dengan shalat Maghrib, kecuali bedanya
ketika di dalam rakaat ketiga tetap disunnahkan untuk membaca ayat
Al-Quran setelah membaca surat Al-Fatihah.
Dasar dari pendapat ini adalah perkataan Abu Al-‘Aliyah :
عَلَّمَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ أَنَّ الْوِتْرَ مِثْل صَلاَةِ الْمَغْرِبِ فَهَذَا وِتْرُ اللَّيْل وَهَذَا وِتْرُ النَّهَارِ
Para shahabat Nabi SAW mengajari
kami bahwa shalat witir itu serupa dengan shalat Maghrib. Yang ini
(shalat witir) adalah shalat witir malam dan yang itu (shalat Maghrib)
adalah shalat witir siang.
Cara shalat witir seperti ini adalah yang menjadi pendapat dari mazhab Al-Hanafiyah.
Namun mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan cara ini boleh saja dilakukan
tetapi dengan karahah (kurang disukai). Karena menurut mazhab ini
menyamakan shalat witir dengan shalat Maghrib hukumnya makruh.
Mahab Al-Hanabilah tidak membolehkan cara ini tanpa karahah, namun
Al-Qadhi Abu Ya’la yang juga ulama dari kalangan mazhab ini melarang
shalat witir dengan cara seperti ini. Sedangkan Ibnu Taymiyah yang juga
berlatar mazhab Al-Hanabilah memberikan pilihan antara fashl dengan washl.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
|
0 komentar:
Posting Komentar