Profil KH. Syaikh Misbahul Anam MT
KH.
Syeikh Misbahul Anam Turmudzi Assyafi’i Attijani, lahir di Brebes pada
tanggal 17 Rabi’ul Awwal 1387 H. Sejak kecil dalam asuhan langsung
ayahnya, KH. Turmudzi. Baik dalam ibadah, berakhlaq maupun memahami kitab-kitab salaf.
Setelah
tamat dari MTs. Assyafi’iyah, melenjutkan sekolah Pendidikan Guru Agama
Negeri (PGAN) di Pekalongan dan mengaji di beberapa pesantren.
Pesantren yang terakhir menjadi tempat belajarnya, adalah Pondok
Pesaantren Al-Ishlah Mangkang Kulon, Semarang.
Pendidikan terakhir yang ditempuh di Fakultas Tarbiyah, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta diselesaikan dengan waktu tercepat dan tamat dengan predikat Cum Laude.
Dalam
menempuh jalan tarekat diawali dengan menentang terhadap pandangan
orang-orang tarekat yang meyakini adanya jaminan sorga. Bahkan menolak
adanya jaminan sorga yang diberikan kepada penganut tarekat. Tidak puas
dengan jawaban orang-orang tarekat, saya pun menanyakan persoalan
jaminan sorga bagi orang tarekat kepada ayahnya.
KH.
Turmudzi yang penganut tarekat tijani serta banyak memahami ilmu
tasowuf tidak mau berdebat dengan anaknya. Beliau hanya menjawab
singkat. “Nanti ba’da maghrib, kamu saya ajak silaturrahmi kepada KH.
Syeikh Muhammad. Tanyakan apa yang kamu anggap musykil dan tidak
berdasar tentang tarekat kepada Beliau”’.
Seusai
shalat maghrib saya bersama ayah bersiap-siap untuk pergi ke kediaman
KH. Syeikh Muhammad. Ketika itu usia saya baru sekitar 17 tahun. Saya
bersama ayah diterima sama Beliau dengan ramahnya. Belum ada pertanyaan
yang saya sampaikan, ternyata dari awal pertemuan sampai kurang lebih
satu jam, Beliau telah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam
benak hati saya. Saya puas karena semua diungkapkan dengan dalil dan
sangat rasional.
Setelah
lebih dari satu jam kami bersama KH. Syeikh Muhammad, tiba-tiba Beliau
bertanya: “Ada apa tidak biasa-biasanya datang bersilaturrahmi ke sini”. Saya
menjawab, tidak adaa apa-apa hanya ingin bersilaturrahmi. Di dalam hati
saya berkata: “Saya yakin Beliau sudah tahu sebelumnya. Ini tidak
mungkin terjadi kalau Beliau bukan Waliyulloh. Saya harus masuk dan ikut
tarekat”.
Sebelum
saya bersama ayah memohon diri, berpamitan pulang, saya berkata: “ Ya
Syeikh ! Saya ta’dhim dan taslim. Saya mau masuk tarekat tijani”. Beliau
menjawab dengan senyum dan wajah mengagumkan: “Istikhoroh dulu,
kemudian minta izin kedua orang tua. Jangan terburu-buru”. Baik, Insya
Alloh saya jalankan, kata saya.
Bimbingan kesufian dan ketarekatan yang diperolehnya, dari guru-gurunya, Para Ulama’ul-‘Amiliin Warasatul Anbiya’ dan ayahnya Telah mengantarkan saya menjadi ikhwan tijani.
Pada
Bulan Januari 1997 saya didatangi dan dibaiat/ditalqin menjadi muqoddam
oleh KH. Syeikh Muhammad bin Syeikh Ali Basalamah setelah beliau
didatangi oleh Rasululloh SAW dan Assayidi Assyeikh Ahmad bin Muhammad
Attijani RA. Untuk yang ketiga kalinya. Sumber ini saya peroleh dari
kedua orang tua saya setelah saya diberi ujian berupa sakit selama
kurang lebih dua bulan, yang ketika itu tidak ada harapan untuk sembuh.
Sehingga kedua orang tua saya didampingi salah seorang saudara,
bersilaturrahmi dan menghadap KH. Syeikh Muhammad di kediamannya.
Di
kediaman Belia, ayah mengatakan: “Syeikh, mohon putra saya dicabut saja
kemuqodamannya. Mungkin belum waktunya atau bukan maqomnya. Saya
hawatir akan terjadi sesuatu yang lebih dari musibah ini”. Beliau
menjawab: “ Kyai Turmudzi, sebetulnya saya tidak mau mengatakan ini,
tapi karena panjenengan meminta sesuatau yang tidak mungkin saya
kabulkan, maka saya sampaikan dengan tulus. Saya sudah didatangi oleh
Rasululloh SAW dan Syeikh Ahmad bin Muhammad Attijani RA agar menjadikan
Putra Kyai Menjadi Muqoddam Thariqot Tijani, sampai tiga kali. Saya
berani dan yakin putra kyai bisa, mampu dan sudah maqomnya karena tiga
kali saya bertemu Beliau-Beliau ini. Jadi kyai tenang saja, tidak usah
resah. Putra kyai sedang diangkat derajatnya oleh Alloh SWT”.
Sejak
tahun 1997 sampai sekarang KH. Syeikh Misbahul Anam mengasuh para
santrinya di Pondok Pesantren Al Umm, Jl. Jamblang: 30, Cempaka Putih,
Ciputat, Jakarta Selatan, Telp. (021) 7491113. Di samping menyampaikan
Da’wah Islamiyah di berbagai daerah, pelosok tanah air. Dan di pesantren
ini pulalah Front Pembela Islam (FPI) dirintis dan dideklarasikan.
Di
tengah-tengah kesibukannya mengobati para pasien yang datang dari
berbagai daerah dan menjadi konsultan/penasihat di kalangan beberapa
elit pejabat, TNI dan POLRI. Beliau masih meluangkan waktu untuk
menerbitkan beberapa karyanya.
Adapun
karya-karyanya yang telah diterbitkan, antara lain: Menggapai Ma’rifat
billah, Azimatuna, Mutiara Terpendam, Sejarah Hari dan hari Bersejarah,
Menjaga Cinta dan Ridla Alloh yang Abadi, Tijaniyah Menjawab dengan
Qur’an dan Sunah. serta Khilafiyah Tarawih.
Perjalannan
di dunia tarekatnya semakin mewarnai kehidupannya. Bahkan di pesantren
Al Umm ini, kegiatan tarekat tijani menjadi kegiatan ritual rutin,
terutama pada hari jum’at sore, karena ada acara Hailalah berjama’ah
bagi ikhwan tijani dan masyarakat sekitar.
]Pada
tanggal 13 April 2002 Assayid Muhammad Albasyir Ibnu ‘Allal dari
Mauritania, Afrika mentalqin tajdid kemuqodaman KH. Syeikh Misbahul
Anam. Pada tanggal 13 Februari 2009 Assayid Ahmad bin Muhammad Al-Hafidz
dari Mesir juga mentalqin tajdid kemuqodaman KH. Syeik Misbahul Anam.
Yang terakhir pada hari Ahad, 19 Shofar 1430 H. Assayid
Assyarif Muhammad Tohir bin Sy. Ali bin Sy. Mahmud bin Sy. Muhammad
Al-Basyir bin Sy. Muhammad Al-Habib bin Assayid Assyeikh Ahmad bin
Muhammad Attijanu Rodiyallohu ‘anhum dari Aini Madin, Magribi, Aljazair mentalqin tajdid kemuqodaman KH. Syeikh Misbahul Anam.
0 komentar:
Posting Komentar